- Harga emas Antam melonjak ke Rp2.123.000/gram pada Senin, naik 18,4% dalam enam bulan terakhir.
- Kenaikan didorong kombinasi pelemahan Rupiah, ekspektasi pemangkasan suku bunga The Fed, dan ketegangan geopolitik global.
- Saham ANTM turut menguat 2,3%, sementara harga emas dunia sempat sentuh rekor US$3.719/troy ounce sebelum terkoreksi tipis.
Harga emas Antam 1 gram tercatat naik ke Rp2.123.000 pada Senin, melonjak Rp33.000 dari posisi Jumat di Rp2.090.000. Dalam enam bulan terakhir, harga emas domestik ini sudah melonjak signifikan dari Rp1.765.000 per gram – setara kenaikan Rp325.000 atau sekitar 18,4%. Lonjakan tersebut dipicu kombinasi faktor global dan domestik: mulai dari pelemahan Rupiah terhadap dolar AS, ekspektasi penurunan suku bunga The Fed yang membuat emas lebih menarik dibanding aset berimbal hasil, hingga meningkatnya permintaan emas batangan dalam negeri sebagai lindung nilai terhadap inflasi dan ketidakpastian geopolitik.
Sejalan dengan itu, saham PT Aneka Tambang Tbk. (ANTM) turut menguat pada perdagangan Senin siang. Saham dibuka di level Rp3.520 setelah ditutup di Rp3.450 pada sesi sebelumnya, dan sempat bergerak di kisaran Rp3.500-3.570, sebelum bertahan naik Rp80 atau 2,3%. Kenaikan ini mencerminkan adanya sentimen positif yang mendorong minat beli terhadap emiten tambang tersebut, seiring rally harga emas.
Rekor Baru Emas Dunia Didorong Risiko Rusia dan Pemangkasan Suku Bunga The Fed
Di pasar global, harga emas dunia melanjutkan tren penguatan dan sempat mencatatkan rekor tertinggi di US$3.719 sebelum terkoreksi tipis ke US$3.713,37 per troy ounce, tetap mempertahankan tren bullish. Katalis utama datang dari meningkatnya ketegangan geopolitik setelah NATO mencegat tiga jet tempur MiG-31 Rusia di wilayah udara Estonia, yang memicu kecemasan pasar. Presiden AS Donald Trump merespons dengan menyatakan komitmen untuk membela anggota Uni Eropa jika terjadi eskalasi, yang pada gilirannya memperkuat daya tarik emas sebagai aset safe haven.
Dari sisi kebijakan moneter, prospek dovish Federal Reserve (The Fed) turut menopang harga logam mulia. The Fed pekan lalu memangkas suku bunga untuk pertama kalinya sejak Desember dan memberi sinyal dua pemangkasan tambahan hingga akhir tahun. Meskipun Ketua Jerome Powell menegaskan pemangkasan ini sebagai bagian dari manajemen risiko dan tidak terburu-buru, pasar tetap memprakirakan suku bunga bisa turun ke bawah 3% pada akhir 2026. Optimisme ini mendorong saham global ke rekor baru, namun sekaligus membatasi ruang rally emas dalam jangka pendek.
Sementara itu, fokus pasar pekan ini juga mengarah pada sidang Mahkamah Agung AS yang akan membahas legalitas tarif global era Trump, serta rentetan pidato pejabat FOMC—termasuk pidato Jerome Powell pada Rabu – yang bisa membentuk ekspektasi baru terhadap arah dolar dan memicu pergerakan dinamis pada harga emas dunia.
Prospek Harga Emas (XAU/USD)
Secara teknis harga emas kembali menembus area resistance US$3.700, membuka peluang penguatan menuju target berikutnya di kisaran US$3.750-3.760. Kisaran ini merupakan zona yang menjadi resistance penting dalam jangka pendek. Jika logam mulia mampu bertahan stabil di atas US$3.700, uji level psikologis US$3.800 akan semakin terbuka.
Namun, indikator Relative Strength Index (RSI) yang berada di level 75,32 – wilayah jenuh beli (overbought) – menyiratkan potensi konsolidasi atau koreksi teknis dalam waktu dekat. Area support terdekat terlihat di US$3.645, diikuti oleh US$3.600 dan US$3.520. Selama harga bertahan di atas Exponential Moving Average (EMA) 50 pada US$3.482, tren jangka menengah tetap menunjukkan kekuatan bullish yang solid.
Haresh Menghani, Analis Pasar Keuangan dan Editor FXStreet, menambahkan bahwa “Oleh karena itu, setiap pergerakan lebih lanjut di atas level $3.700 kemungkinan akan menghadapi beberapa resistance di dekat wilayah $3.707, atau puncak sepanjang masa. Namun, penguatan yang berkelanjutan di atas level tersebut akan membuka jalan untuk kelanjutan tren naik yang telah mapan selama sebulan terakhir.”
Pertanyaan Umum Seputar Emas
Emas telah memainkan peran penting dalam sejarah manusia karena telah banyak digunakan sebagai penyimpan nilai dan alat tukar. Saat ini, selain kilaunya dan kegunaannya sebagai perhiasan, logam mulia tersebut secara luas dipandang sebagai aset safe haven, yang berarti bahwa emas dianggap sebagai investasi yang baik selama masa-masa sulit. Emas juga secara luas dipandang sebagai lindung nilai terhadap inflasi dan terhadap mata uang yang terdepresiasi karena tidak bergantung pada penerbit atau pemerintah tertentu.
Bank-bank sentral merupakan pemegang Emas terbesar. Dalam upaya mereka untuk mendukung mata uang mereka di masa sulit, bank sentral cenderung mendiversifikasi cadangan mereka dan membeli Emas untuk meningkatkan kekuatan ekonomi dan mata uang yang dirasakan. Cadangan Emas yang tinggi dapat menjadi sumber kepercayaan bagi solvabilitas suatu negara. Bank sentral menambahkan 1.136 ton Emas senilai sekitar $70 miliar ke cadangan mereka pada tahun 2022, menurut data dari World Gold Council. Ini merupakan pembelian tahunan tertinggi sejak pencatatan dimulai. Bank sentral dari negara-negara berkembang seperti Tiongkok, India, dan Turki dengan cepat meningkatkan cadangan Emasnya.
Emas memiliki korelasi terbalik dengan Dolar AS dan Obligasi Pemerintah AS, yang keduanya merupakan aset cadangan utama dan aset safe haven. Ketika Dolar terdepresiasi, Emas cenderung naik, yang memungkinkan para investor dan bank sentral untuk mendiversifikasi aset-aset mereka di masa sulit. Emas juga berkorelasi terbalik dengan aset-aset berisiko. Rally di pasar saham cenderung melemahkan harga Emas, sementara aksi jual di pasar yang lebih berisiko cenderung menguntungkan logam mulia ini.
Harga dapat bergerak karena berbagai faktor. Ketidakstabilan geopolitik atau ketakutan akan resesi yang parah dapat dengan cepat membuat harga Emas meningkat karena statusnya sebagai aset safe haven. Sebagai aset tanpa imbal hasil, Emas cenderung naik dengan suku bunga yang lebih rendah, sementara biaya uang yang lebih tinggi biasanya membebani logam kuning tersebut. Namun, sebagian besar pergerakan bergantung pada perilaku Dolar AS (USD) karena aset tersebut dihargakan dalam dolar (XAU/USD). Dolar yang kuat cenderung menjaga harga Emas tetap terkendali, sedangkan Dolar yang lebih lemah cenderung mendorong harga Emas naik.