- Emas Antam naik Rp26.000 ke Rp2.086.000 per gram, rekor baru; sejak 3 September sudah menguat 2,51%.
- Saham ANTM fluktuatif, sempat menyentuh Rp3.930 lalu koreksi ke Rp3.590; terakhir di Rp3.610.
- Emas global tembus $3.645 per ons, didorong ekspektasi pemangkasan agresif The Fed dan turunnya imbal hasil obligasi AS.
Harga emas batangan PT Aneka Tambang Tbk (Antam) kembali mencetak rekor pada Selasa, dengan kenaikan Rp26.000 menjadi Rp2.086.000 per gram menurut situs Logam Mulia. Level ini melanjutkan tren penguatan yang sudah mencapai 2,51% sejak 3 September, sejalan dengan lonjakan emas global yang menembus area $3.600 per ons. Dorongan harga juga datang dari sentimen domestik pasca perombakan kabinet Merah Putih oleh Presiden RI Prabowo Subianto, yang memicu penyesuaian strategi investasi.
Sampai sesi siang, saham ANTM bergerak fluktuatif. Harga terakhir tercatat Rp3.610, naik tipis 0,3% atau 10 poin dari penutupan sebelumnya. Saham ini sempat dibuka di Rp3.680, menguat hingga Rp3.930, lalu terkoreksi ke Rp3.590. Pergerakan tersebut menandakan adanya minat beli terpicu rally emas global, meski investor juga melakukan aksi ambil untung jangka pendek.
Sentimen domestik masih menahan optimisme lebih jauh. Reshuffle kabinet pada 8 September – terutama pergantian Sri Mulyani ke Purbaya Yudhi Sadewa di kursi Menteri Keuangan – memicu aksi beli dolar di pasar NDF. Rupiah melemah sejauh ini ke Rp 16.516 dan IHSG terkoreksi dua hari beruntun, masing-masing 1,28% dan 1,82%, menegaskan sikap hati-hati investor. Kondisi ini membuat ANTM meski terdorong rally komoditas, tetap bergerak dalam pola volatil.
Emas Global Sentuh Rekor $3.645, Didukung Ekspektasi Pemangkasan The Fed dan Aksi Beli PBoC
Di pasar global, harga emas melonjak ke $3.645 per ons, rekor tertinggi sepanjang masa setelah sempat mencapai tertinggi harian $3.659,33. Penguatan logam mulia ini dipicu melemahnya dolar AS menyusul laporan Nonfarm Payrolls (NFP) Agustus yang mengecewakan, hanya menambah 22 ribu pekerjaan dibanding ekspektasi 75 ribu. Data tersebut memperkuat spekulasi bahwa The Fed akan melonggarkan kebijakan lebih cepat.
Ekspektasi pemangkasan suku bunga menjadi katalis utama rally emas. Data CME FedWatch menunjukkan mayoritas pasar menilai The Fed akan memangkas suku bunga pada pertemuan 16-17 September, dengan proyeksi berlanjut hingga tiga kali pemotongan sampai akhir 2025. Imbal hasil obligasi AS yang terus menurun turut memperkuat daya tarik emas sebagai aset lindung nilai, terutama di tengah meningkatnya risiko resesi global.
Sentimen positif juga datang dari langkah Bank Rakyat Tiongkok (PBoC) yang kembali menambah cadangan emasnya pada Agustus, melanjutkan tren pembelian bullion selama 10 bulan berturut-turut. Data resmi menunjukkan kepemilikan emas Tiongkok meningkat menjadi 74,02 juta ons troy murni dari 73,96 juta ons troy di akhir Juli, dengan nilai melonjak ke USD253,84 miliar dari sebelumnya USD243,99 miliar. Aksi akumulasi ini mempertegas strategi Beijing untuk memperkuat diversifikasi cadangan dan mengurangi ketergantungan pada dolar AS di tengah ketidakpastian global.
Prospek Harga Emas (XAU/USD)

Secara teknis, tren emas masih memperlihatkan momentum kuat. Harga menembus resistance di sekitar $3.600 dan kini berpotensi bergerak menuju area psikologis $3.700. Indikator Exponential Moving Average (EMA) 50 yang berada di $3.403 menjaga support tren jangka menengah, sementara EMA 200 di $3.135 tetap jauh di bawah harga terkini, menandakan kekuatan tren bullish yang terjaga.
Meski demikian, Relative Strength Index (RSI) harian berada di 80,26, menunjukkan kondisi sudah dalam jenuh beli (overbought) sehingga potensi koreksi jangka pendek tidak bisa diabaikan.
Ke depan, pasar akan menunggu rilis Indeks Harga Produsen (IHP) Rabu dan Indeks Harga Konsumen (IHK) Kamis sebagai katalis penting berikutnya. Jika data inflasi kembali melemah, harga emas berpotensi menguji resistance $3.700-$3.720. Namun jika inflasi lebih tinggi dari prakiraan, peluang koreksi ke area support $3.600-$3.550 akan terbuka, sejalan dengan sinyal teknis overbought.
Pertanyaan Umum Seputar Emas
Emas telah memainkan peran penting dalam sejarah manusia karena telah banyak digunakan sebagai penyimpan nilai dan alat tukar. Saat ini, selain kilaunya dan kegunaannya sebagai perhiasan, logam mulia tersebut secara luas dipandang sebagai aset safe haven, yang berarti bahwa emas dianggap sebagai investasi yang baik selama masa-masa sulit. Emas juga secara luas dipandang sebagai lindung nilai terhadap inflasi dan terhadap mata uang yang terdepresiasi karena tidak bergantung pada penerbit atau pemerintah tertentu.
Bank-bank sentral merupakan pemegang Emas terbesar. Dalam upaya mereka untuk mendukung mata uang mereka di masa sulit, bank sentral cenderung mendiversifikasi cadangan mereka dan membeli Emas untuk meningkatkan kekuatan ekonomi dan mata uang yang dirasakan. Cadangan Emas yang tinggi dapat menjadi sumber kepercayaan bagi solvabilitas suatu negara. Bank sentral menambahkan 1.136 ton Emas senilai sekitar $70 miliar ke cadangan mereka pada tahun 2022, menurut data dari World Gold Council. Ini merupakan pembelian tahunan tertinggi sejak pencatatan dimulai. Bank sentral dari negara-negara berkembang seperti Tiongkok, India, dan Turki dengan cepat meningkatkan cadangan Emasnya.
Emas memiliki korelasi terbalik dengan Dolar AS dan Obligasi Pemerintah AS, yang keduanya merupakan aset cadangan utama dan aset safe haven. Ketika Dolar terdepresiasi, Emas cenderung naik, yang memungkinkan para investor dan bank sentral untuk mendiversifikasi aset-aset mereka di masa sulit. Emas juga berkorelasi terbalik dengan aset-aset berisiko. Rally di pasar saham cenderung melemahkan harga Emas, sementara aksi jual di pasar yang lebih berisiko cenderung menguntungkan logam mulia ini.
Harga dapat bergerak karena berbagai faktor. Ketidakstabilan geopolitik atau ketakutan akan resesi yang parah dapat dengan cepat membuat harga Emas meningkat karena statusnya sebagai aset safe haven. Sebagai aset tanpa imbal hasil, Emas cenderung naik dengan suku bunga yang lebih rendah, sementara biaya uang yang lebih tinggi biasanya membebani logam kuning tersebut. Namun, sebagian besar pergerakan bergantung pada perilaku Dolar AS (USD) karena aset tersebut dihargakan dalam dolar (XAU/USD). Dolar yang kuat cenderung menjaga harga Emas tetap terkendali, sedangkan Dolar yang lebih lemah cenderung mendorong harga Emas naik.