- Harga emas Antam naik ke Rp2.425.000, melanjutkan tren penguatan sejak akhir November, meski saham ANTM justru terkoreksi 1%.
- Dolar AS memulihkan penurunan setelah data PMI ISM melemah, mendorong rupiah melemah tipis ke 16.617 di sesi Asia.
- Emas global turun ke USD 4.209 setelah gagal menembus resistance Fibonacci Extension 1,618, menandakan momentum bullish mulai mereda.
Harga emas batangan Antam kembali menguat di awal Desember. Hingga pembaruan terakhir pada 2 Desember 2025 pukul 08:28 WIB, harga tercatat di Rp2.425.000 per gram, naik Rp10.000 dari hari sebelumnya. Kenaikan ini menandai kelanjutan tren positif yang mulai terbentuk sejak akhir November.
Melihat pergerakan satu bulan terakhir, harga emas sempat berada di kisaran Rp2.278.000 pada awal November. Dari titik tersebut, harga bergerak naik secara bertahap mengikuti sentimen global yang condong ke aset lindung nilai di tengah ketidakpastian ekonomi internasional. Momentum penguatan paling stabil muncul pada pertengahan bulan, ketika harga bertahan di area Rp2.350.000-Rp2.380.000.
Memasuki pekan ketiga November, harga memang sempat mengalami koreksi, tetapi pelemahannya relatif dangkal dan tidak mengubah arah tren utama. Menjelang akhir bulan, minat beli kembali meningkat sehingga harga mampu menembus level Rp2.400.000, sebelum akhirnya mencapai posisi terbaru di Rp2.425.000. Secara keseluruhan, pola bulan ini menunjukkan tren naik ringan dengan koreksi sehat, menandakan permintaan yang tetap kuat terhadap emas batangan Antam.
Di sisi pasar saham, kinerja ANTM justru bergerak berlawanan dengan harga emas fisik. Pada perdagangan sesi II hari ini, saham ANTM turun 1% ke level 2.960 dari 2.990. Saham sempat menyentuh 3.000 sebagai level tertinggi dalam perdagangan harian sebelum terkoreksi, dengan volume sejauh ini mencapai 296,4 ribu lot dan nilai transaksi Rp88,1 miliar. Divergensi ini menandakan bahwa sentimen di sektor tambang logam masih dibayangi prospek permintaan global dan dinamika harga komoditas internasional.
Sementara itu, dolar AS mulai memulihkan pelemahan pada perdagangan Selasa, dengan DXY naik kembali ke area 99,44 setelah ditekan data manufaktur AS semalam. PMI S&P Global naik ke 52.2, tetapi fokus pasar lebih tertuju pada PMI ISM yang melemah ke 48.2. Pemulihan dolar ini menekan rupiah, yang bergerak melemah ke sekitar 16.617 per dolar AS dalam rentang perdagangan 16.611-16.640.
Rebound dolar juga ikut membebani emas global, yang melanjutkan koreksi di sesi Asia menuju Eropa dan diperdagangkan di sekitar USD 4.209.
Emas Melemah setelah Gagal Menembus Fibonacci Extension 1,618

Harga emas global bergerak melemah pada perdagangan Selasa, diperdagangkan di sekitar USD 4.207-4.215 setelah tertolak kuat dari zona Fibonacci Extension 1,618 di sekitar USD 4.240-4.250. Level ini terbukti menjadi resistance utama yang menahan rally emas sejak pertengahan November, memicu koreksi terukur dan membawa harga kembali menguji garis tren naik yang telah menjaga struktur bullish dua pekan terakhir.
Struktur teknis tetap cenderung positif, tetapi tekanan jual mulai dominan. Selama emas bertahan di atas support dinamis 4.200, bias bullish jangka pendek masih terjaga. Namun apabila harga turun di bawah level ini, ruang koreksi dapat terbuka menuju Fibonacci Extension 1,272 (±USD 4.160), bahkan ke area Fibonacci 1,000 dan 0,786 di sekitar USD 4.105-4.128. Di sisi atas, untuk kembali melanjutkan rally, emas harus menembus zona 1,618 (4.240-4.250), sebelum menguji target berikutnya di Fibonacci 2.618 (±USD 4.375) dan 3.618 (±USD 4.511).
Indikator momentum juga mengonfirmasi pelemahan tenaga beli. Relative Strength Index (RSI) pada grafik 4 jam turun dari area overbought menuju kisaran pertengahan, mencerminkan fase pendinginan tanpa memberikan sinyal jenuh jual. Kondisi ini mengisyaratkan bahwa pasar sedang memasuki mode konsolidasi, dengan kecenderungan menunggu katalis tambahan untuk menentukan arah berikutnya. Untuk hari ini, emas diprakirakan bergerak dalam rentang USD 4.200-4.235, dengan kecenderungan stabil selama support utama tetap bertahan.
Pertanyaan Umum Seputar Emas
Emas telah memainkan peran penting dalam sejarah manusia karena telah banyak digunakan sebagai penyimpan nilai dan alat tukar. Saat ini, selain kilaunya dan kegunaannya sebagai perhiasan, logam mulia tersebut secara luas dipandang sebagai aset safe haven, yang berarti bahwa emas dianggap sebagai investasi yang baik selama masa-masa sulit. Emas juga secara luas dipandang sebagai lindung nilai terhadap inflasi dan terhadap mata uang yang terdepresiasi karena tidak bergantung pada penerbit atau pemerintah tertentu.
Bank-bank sentral merupakan pemegang Emas terbesar. Dalam upaya mereka untuk mendukung mata uang mereka di masa sulit, bank sentral cenderung mendiversifikasi cadangan mereka dan membeli Emas untuk meningkatkan kekuatan ekonomi dan mata uang yang dirasakan. Cadangan Emas yang tinggi dapat menjadi sumber kepercayaan bagi solvabilitas suatu negara. Bank sentral menambahkan 1.136 ton Emas senilai sekitar $70 miliar ke cadangan mereka pada tahun 2022, menurut data dari World Gold Council. Ini merupakan pembelian tahunan tertinggi sejak pencatatan dimulai. Bank sentral dari negara-negara berkembang seperti Tiongkok, India, dan Turki dengan cepat meningkatkan cadangan Emasnya.
Emas memiliki korelasi terbalik dengan Dolar AS dan Obligasi Pemerintah AS, yang keduanya merupakan aset cadangan utama dan aset safe haven. Ketika Dolar terdepresiasi, Emas cenderung naik, yang memungkinkan para investor dan bank sentral untuk mendiversifikasi aset-aset mereka di masa sulit. Emas juga berkorelasi terbalik dengan aset-aset berisiko. Rally di pasar saham cenderung melemahkan harga Emas, sementara aksi jual di pasar yang lebih berisiko cenderung menguntungkan logam mulia ini.
Harga dapat bergerak karena berbagai faktor. Ketidakstabilan geopolitik atau ketakutan akan resesi yang parah dapat dengan cepat membuat harga Emas meningkat karena statusnya sebagai aset safe haven. Sebagai aset tanpa imbal hasil, Emas cenderung naik dengan suku bunga yang lebih rendah, sementara biaya uang yang lebih tinggi biasanya membebani logam kuning tersebut. Namun, sebagian besar pergerakan bergantung pada perilaku Dolar AS (USD) karena aset tersebut dihargakan dalam dolar (XAU/USD). Dolar yang kuat cenderung menjaga harga Emas tetap terkendali, sedangkan Dolar yang lebih lemah cenderung mendorong harga Emas naik.