- Harga emas Antam 1 gram turun Rp4.000 ke Rp1.929.000 setelah naik ke Rp1.933.000 sehari sebelumnya.
- Saham ANTM menguat 2,1% ke Rp2.880, selaras dengan stabilnya harga emas global di atas USD 3.360 per ons.
- The Fed ubah kerangka inflasi, pasar menakar kembali arah suku bunga berdasarkan data terbaru.
Pergerakan harga emas dan saham tambang emas domestik menunjukkan dinamika yang saling mengisi pada awal pekan ini. Harga emas batangan Antam 1 gram terkoreksi tipis sebesar Rp4.000 ke level Rp1.929.000 per Senin, setelah sempat menguat ke Rp1.933.000 pada perdagangan sebelumnya. Penurunan ini mencerminkan respons alami pasar terhadap harga emas dunia yang juga bergerak terbatas di tengah fase konsolidasi teknis.
Sementara itu, saham PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) mencatatkan penguatan 2,1% atau naik 60 poin ke Rp2.880 sepanjang sesi pertama perdagangan. Saham ini dibuka di Rp2.850, sempat menyentuh Rp2.900, dan bertahan di atas support intraday Rp2.840. Rebound ini selaras dengan pergerakan harga emas global yang tetap stabil di atas USD 3.360 per ons, meskipun pasar masih menahan langkah menjelang konfirmasi arah kebijakan dari Federal Reserve.
Harga emas dunia sendiri sedikit terkoreksi sebesar USD 4,59 atau 0,14% ke level USD 3.366,80 pada awal sesi Eropa. Candle doji pendek yang terbentuk hari ini menunjukkan keraguan pasar untuk melanjutkan rally, meski sebelumnya sempat menguat pada Jumat lalu berkat sinyal dovish dari pidato Powell di Simposium Jackson Hole. Rebound yang terjadi pekan lalu didorong oleh pelemahan dolar AS dan ekspektasi bahwa The Fed akan mengambil sikap yang lebih adaptif terhadap dinamika inflasi dan ketenagakerjaan.
Ketua The Fed Jerome Powell mengonfirmasi bahwa bank sentral AS kini meninggalkan strategi kompensasi inflasi, beralih ke pendekatan penargetan yang lebih fleksibel. Ia menyoroti bahwa inflasi PCE tahunan telah naik ke 2,6%, dan inflasi inti mencapai 2,9% pada Juli, sebagian besar akibat tekanan tarif. Powell menilai efek tarif ini bersifat sementara, namun tidak menutup kemungkinan terjadinya tekanan harga yang lebih bertahan.
Presiden The Fed St. Louis, Alberto Musalem, menolak mendukung pemangkasan suku bunga dalam waktu dekat dengan alasan inflasi masih di atas target, sementara Presiden The Fed Boston, Susan Collins, menilai ketidakpastian bukan alasan untuk menunda keputusan kebijakan. Keduanya menempatkan kehati-hatian sebagai benang merah, meski menyampaikan urgensi yang berbeda dalam membaca arah risiko ke depan.
Dengan latar kebijakan yang dinamis, volatilitas harga emas global masih terjaga dalam batas wajar. Hal ini memberikan ruang bagi saham-saham tambang emas seperti ANTM untuk mempertahankan momentum teknikalnya, terlebih jika tren permintaan logam mulia di Asia tetap kuat. Sementara itu, pelaku pasar emas akan terus memantau rilis data makro AS dan pergerakan dolar dalam beberapa hari ke depan, sebelum mengambil posisi yang lebih tegas.
Secara teknis, harga emas masih bertahan di atas garis Exponential Moving Average (EMA) 50 harian di kisaran USD 3.337,49 yang kini berfungsi sebagai support dinamis utama. Selama harga tidak turun di bawah level tersebut, struktur jangka pendek tetap menunjukkan kecenderungan netral-bullish. Level resistance terdekat berada di area USD 3.375 hingga USD 3.400. Jika level ini ditembus, peluang menuju zona USD 3.425-3.450 kembali terbuka.
Sementara itu, indikator Relative strength index (RSI) 14 tercatat di 53,65, menandakan kondisi momentum yang netral dengan sedikit kecenderungan naik. Hal ini memperkuat asumsi bahwa pasar tengah memasuki fase konsolidasi sehat setelah lonjakan pada akhir pekan. Investor cenderung menahan langkah sambil mencermati arah Indeks Dolar AS (DXY) dan imbal hasil obligasi AS yang menjadi penentu utama bagi pergerakan aset logam mulia.
Pasar emas global masih menanti sinyal lanjutan dari arah kebijakan moneter Federal Reserve, terutama setelah Ketua The Fed Jerome Powell dalam pidatonya di Jackson Hole menegaskan perubahan pendekatan.
Pertanyaan Umum Seputar Emas
Emas telah memainkan peran penting dalam sejarah manusia karena telah banyak digunakan sebagai penyimpan nilai dan alat tukar. Saat ini, selain kilaunya dan kegunaannya sebagai perhiasan, logam mulia tersebut secara luas dipandang sebagai aset safe haven, yang berarti bahwa emas dianggap sebagai investasi yang baik selama masa-masa sulit. Emas juga secara luas dipandang sebagai lindung nilai terhadap inflasi dan terhadap mata uang yang terdepresiasi karena tidak bergantung pada penerbit atau pemerintah tertentu.
Bank-bank sentral merupakan pemegang Emas terbesar. Dalam upaya mereka untuk mendukung mata uang mereka di masa sulit, bank sentral cenderung mendiversifikasi cadangan mereka dan membeli Emas untuk meningkatkan kekuatan ekonomi dan mata uang yang dirasakan. Cadangan Emas yang tinggi dapat menjadi sumber kepercayaan bagi solvabilitas suatu negara. Bank sentral menambahkan 1.136 ton Emas senilai sekitar $70 miliar ke cadangan mereka pada tahun 2022, menurut data dari World Gold Council. Ini merupakan pembelian tahunan tertinggi sejak pencatatan dimulai. Bank sentral dari negara-negara berkembang seperti Tiongkok, India, dan Turki dengan cepat meningkatkan cadangan Emasnya.
Emas memiliki korelasi terbalik dengan Dolar AS dan Obligasi Pemerintah AS, yang keduanya merupakan aset cadangan utama dan aset safe haven. Ketika Dolar terdepresiasi, Emas cenderung naik, yang memungkinkan para investor dan bank sentral untuk mendiversifikasi aset-aset mereka di masa sulit. Emas juga berkorelasi terbalik dengan aset-aset berisiko. Rally di pasar saham cenderung melemahkan harga Emas, sementara aksi jual di pasar yang lebih berisiko cenderung menguntungkan logam mulia ini.
Harga dapat bergerak karena berbagai faktor. Ketidakstabilan geopolitik atau ketakutan akan resesi yang parah dapat dengan cepat membuat harga Emas meningkat karena statusnya sebagai aset safe haven. Sebagai aset tanpa imbal hasil, Emas cenderung naik dengan suku bunga yang lebih rendah, sementara biaya uang yang lebih tinggi biasanya membebani logam kuning tersebut. Namun, sebagian besar pergerakan bergantung pada perilaku Dolar AS (USD) karena aset tersebut dihargakan dalam dolar (XAU/USD). Dolar yang kuat cenderung menjaga harga Emas tetap terkendali, sedangkan Dolar yang lebih lemah cenderung mendorong harga Emas naik.